Senin, 04 Maret 2013

LIRIK LAGU ONE MORE NIGHT

Lirik Lagu One More Night – Maroon 5
You and I go hard, at each other like we going to war
You and I go rough, we keep throwing things and slamming the doors
You and I get sore, then dysfunctional we stuck keeping score
You and I get sick, they all know that we can’t do this no more
But baby there you again, there you again making me love you
Yeah I stopped using my head, using my head let it all go
Got you stuck on my body, on my body like a tattoo
And now i’m feeling stupid, feeling stupid crawling back to you
So I cross my heart, and I hope to die, that i’ll only stay with you one more night
And I know i’ve said it a million times
But i’ll only stay with you one more night
Trying to tell you no, but my body keeps on telling you yes
Trying to tell you stop, but your lipstick got me so out of breath
I’d be waking up, in the morning probably hating myself
And i’d be waking up, feeling sastified but guilty as hell
But baby there you go again, there you go again making me love you
Yeah I stopped using my head, using my head let it all go
Got you stuck on my body, on my body like a tattoo
And now i’m feeling stupid, feeling stupid crawling back to you
So I cross my heart, and I hope to die, that i’ll only stay with you one more night
And I know i’ve said it a million times
But i’ll only stay with you one more night
Yeah baby give me one more night
Yeah baby give me one more night
Yeah baby give me one more night
But baby there you again, there you again making me love you
Yeah I stopped using my head, using my head let it all go
Got you stuck on my body, on my body like a tattoo
Yeah, yeah, yeah, yeah
So I cross my heart, and I hope to die, that i’ll only stay with you one more night
And I know i’ve said it a million times
But i’ll only stay with you one more night
(yeah baby give me one more night)
So I cross my heart, and I hope to die, that i’ll only stay with you one more night
And I know i’ve said it a million times
But i’ll only stay with you one more night

SINOPSIS FILM CINTA TAPI BEDA

Sinopsis film “Cinta Tapi Beda”
“Cahyo, cowok ganteng asal Yogja, bekerja sebagai chef di Jakarta. Ia anak pasangan Fadholi dan Munawaroh, keluarga muslim yang taat beribadah. Cahyo berusaha lepas dari kesedihan setelah ditinggal selingkuh sang kekasih, Mitha. Diana, gadis asal Padang. Perempuan berparas sangat Indonesia, mahasiswa jurusan seni tari. Ia tinggal bersama om dan tantenya di Jakarta. Keluarga Diana penganut Katolik taat. Cahyo dan Diana bertemu di pertunjukan tari kontemporer di Jakarta. Mereka memutuskan berpacaran walaupun berbeda keyakinan. Mereka bahkan serius melanjutkan hubungan hingga jenjang pernikahan.

Diana was-was ketika Chayo mengajaknya menemui orangtuanya. Ibu Cahyo bisa memahami cinta anaknya, tapi tidak Pak Fadholi. Sampai kapan pun Pak Fadholi tidak akan merestui Cahyo. Bila Cahyo memaksa, Pak Fadholi memilih memutus tali keluarga. Tidak mudah bagi Cahyo dan Diana menjalani cinta beda keyakinan.

Ibu Diana juga keberatan dengan pilihan putrinya. Kakak-kakak Diana, termasuk om dan tantenya, telah meninggalkan keyakinan mereka. Itu sebabnya, demi kesehatan ibunya, Diana akhirnya kembali ke Padang dan menerima perjodohan dengan dokter Oka, lelaki pilihan ibuanya yang seiman. Ia mencoba tutup hatinya untuk Cahyo.

Cahyo melewati masa terburuk dalam hidupnya. Cahyo berkesimpulan bahwa Diana tak ada bedanya dengan Mitha yang lari ke pelukan laki-laki lain. Di Padang, Diana berusaha mencintai Oka, dan Oka berusaha membantunya melupakan Cahyo.

Ada satu yang masih sulit dilupakan Cahyo maupun Diana, bahwa mereka sesungguhnya telah diikrarkan bukan karena keyakinan, tapi karena cinta. Tapi apakah keduanya bisa dipersatukan atas nama cinta dan Tuhan? Waktu yang akan menjawabnya!”
Sebuah kapal karam. Seorang pemuda India terapung-apung dalam satu-satunya sekoci yang berhasil diturunkan bersama seekor zebra yang kakinya patah, seekor hyena, seekor orang-utan betina, dan seekor harimau. Pada akhirnya, tinggal sang pemuda, Pi Patel dan harimau bernama Richard Parker yang bertahan hidup.
Saat membacanya pertama kali, saya menganggap novelnya sekadar kisah bertahan hidup di lautan luas. Yann Martel, pengarang novelnya, menuturkan ceritanya dengan jenius. Lengkap dengan detil bagaimana bertahan hidup bila Anda terombang-ambing di tengah laut.
Saya tak pernah benar-benar memahaminya sebagai “kisah yang akan membuat orang percaya pada Tuhan.” Yang saya lebih pahami, betapa kisahnya bagi saya tadinya tidak mungkin difilmkan alias un-filmable. Saya berpikir, pasti bakal membosankan memfilmkan melulu harimau dan seorang pemuda di sekoci di tengah laut. Apalagi, narasi kisahnya dituturkan lewat pikiran sang tokohnya, bukan lewat aksi tapi lebih refleksi atas kejadian.
Namun, menonton filmnya tempo hari, saya berseru: Wow! Life of Pi tidak hanya memungkinkan untuk difilmkan, tapi juga menjadi film yang sangat sangat sangat indah!
Ah, saya tak mau berpanjang-panjang memuji keindahan filmnya sebagai santapan mata. Harap Anda menyaksikannya sendiri, terutama dalam suguhan 3D. Teknologi 3D dipakai Ang Lee, sutradaranya, tidak mubazir. Selain Hugo (2011, Martin Scorsese), inilah film berkelas Oscar yang memakai teknologi kamera 3D tidak untuk bergenit ria, namun memang dipakai sepantasnya membuat tontonan kian menakjubkan.
Di ulasan ini saya lebih tertarik membincangkan mengapa kisahnya membuat orang percaya Tuhan.
***Versi filmnya tidak dimulai dengan narasi segala perasaan Pi Patel, tokoh utama kita. Pemulis skenario David Magee memulai sebagaimana novelnya mengawali kisahnya: seorang penulis mendapat petunjuk sebuah cerita luar biasa dari seseorang, lalu ia menemui pemilik kisah luar biasa tersebut.
Di novelnya, Yann Martel, sang novelis asal Kanada, mengawali kisahnya dengan sebuah “Catatan Penulis” bagaimana rencananya membuat novel ketiganya—berlatar Portugal 1939—malah membawanya ke Pondhicerry, di sebelah selatan Madras, di Tamil Nadu, sebuah kota bekas wilayah jajahan Prancis di India. Di Pondicherry, Martel menulis, bertemu seorang tua yang berkata padanya, “Saya punya cerita yang bakal membuat Anda percaya pada Tuhan.”
“…kejadiannya bermula di Pondhicerry ini … dan berakhir di negeri asal Anda.”
“Ya”
“Itu luar biasa sekali.”
“Luar biasa, tapi bukannya tidak masuk akal.”
Filmnya tak menyuguhkan pertemuan sang novelis dengan orang tua yang mengenalkan kisahnya. Filmnya justru memulai saat sang novelis (di film dimainkan Rafe Spall) bertemu dengan Pi dewasa (dimainkan Irrfan Khan).
Dari mulut Pi dewasa kemudian kisah luar biasa ini dituturkan.
***Melihat filmnya, saya mengenang kembali bagian-bagian yang kemudian lebih menarik dari sekadar kisah bertahan hidup di lautan luas. Dengan lugas, lucu, dan polos, di awal film, misalnya, kita melihat Pi kecil (dimainkan Ayush Tandon) “mencari” Tuhan dengan memeluk Hindu, Katolik, dan Islam sekaligus. Bagian “mencari” Tuhan ini terasa pas hadir di tengah zaman yang mengagungkan masing-masing agama yang berbuntut konflik. Dengan tingkah polah bocah yang polos, bagian ini mampu mengocok perut.
Terus terang, selepas bertahun-tahun membaca novelnya, bagian “mencari” Tuhan ini tak terlalu saya ingat. Yang paling saya ingat, sekali lagi, ya tentang bagaimana Pi bertahan hidup di lautan bersama seekor harimau.
Filmnya juga akhirnya membuat saya memahami kalimat “kisah ini akan membuat percaya pada Tuhan” di novelnya.
Menjelang akhir film, (oke, sepatutnya saya bilang “SPOILER ALERT!” di sini) ada momen yang saya lupa dari novelnya. Saat selamat dan diwawancara petugas dari Jepang yang ingin menyelidiki karamnya kapal Tsimtsum (kapal barang milik Jepang) yang ditumpanginya, Pi menceritakan satu lagi versi bagaimana ia selamat dari kapal dengan satu sekoci.
Di ceritanya yang kedua tidak ada binatang. Yang menumpangi sekoci bukan zebra yang kakinya patah, orang-utan betina, hyena, dan harimau. Tapi seorang pelaut Taiwan, tukang masak, Pi dan ibunya.
Di cerita kedua Pi, tukang masak memotong kaki pelaut Taiwan yang terluka parah. Si pelaut Taiwan mati, lalu dagingnya dimakan tukang masak. Ibunda Pi marah besar. Mereka berkelahi dan ibunda Pi terbunuh. Pi akhirnya berhasil membunuh si tukang masak.
Jika diumpamakan, pelaut Taiwan adalah si zebra, tukang masak adalah hyena, ibunda Pi adalah orang-utan betina, dan Pi adalah si harimau.
Saat nonton saya ikut bertanya-tanya dan baru tersadar, mana cerita yang benar: cerita yang ada binatangnya atau yang tidak ada binatangnya.
Baik di film dan novel pesannya sama: cerita yang paling bagus adalah yang ada binatang-binatangnya. Tak peduli yang mana yang benar.
Kenapa? “Demikian pula Tuhan, yang oleh-Nya kisah ini digenapi,” kata Pi Patel di novelnya.
Sebab, pada kisah pertama, dengan binatang-binatang kita melihat berbagai keajaiban dan kuasa Tuhan yang Maha Pengasih. Dalam cerita kedua, kemanusiaan telah hilang. Tuhan seolah absen, dan kalaupun ada, Dia membiarkan kebiadaban terjadi.
Ya, akhirnya saya paham, pada kisah pertama, dengan binatang-binatang di dalamnya, membuat kita percaya pada Tuhan.***